Nabi, Rasul, para sahabat, orang alim serta para
ulama pendahulu kita mempunyai kebiasaan untuk senantiasa meminta hidayah.
Walaupun kita harus mengakui bahwa mereka pastilah sangat berhati-hati dalam
segala hal, amalannya tidak perlu diragukan lagi, hidupnya bertabur iman. Namun
mereka tidak malu dan tidak pernah berhenti untuk senantiasa meminta diberikan
petujuk. Karena mereka sadar bahwa Allah Maha Membolak balikan hati, karena
dengan kezuhudan mereka sadar bahwa tidk ada yang menggaransi dan menjamin
bahwa mereka akan meninggal dalam keadan iman kecuali Allah. Masyaa Allah.
Lalu bagaimana dengan kita ? Yang imannya saja masih
pas-pasan, beramal kadang masih sering malas-malasan, tapi pinginnya hidup
lurus dan nyaman. Kita apa pernah menjamin, bahwa kita akan meninggal dalam
keadaan khusnul khotimah?
Bukankah
Allah sudah menunjukkan lembaran-lembaran kehidupan sejarah? Banyak orang yang
diawal hidupnya bertabur iman, tetapi mereka matinya murtad.
Bal'am Bin Baura, siapa yang tidak kenal dia ? Hidup
pada zaman Nabi Musa. Disebutkan oleh Malik bin Dinar dalam tafsir surat Al-A’raf
175 bahwa doa bal’am bin baura pasti dikabulkan oleh Allah dalam
keadaan-keadaan sempit sekalipun. Doanya tidak pernah tertolak. Tapi matinya,
murtad.
Rojal unfuwah, sahabat Nabi saw. Sempat dipuji oleh
Abu Bakar dan dipilih untuk dijadikan sebagai delegasi Sunnah untuk
mendakwahkan islam kepada Musailamah Kadzab. Namun akhirnya meninggal dalam
keadaan murtad. Ubaidilah bin Jasyi, yang pernah menyelamatkan agamanya sampai
ke Habasyah ketika Nabi saw masih di Makkah. Ikut dalam hijrah pertama dan
kedua ke habasyah, namun meninggal dalam keadaan murtad karena kecintaanya pada
khamer di habasyah.
Atau seperti muadzin yang pernah dikisahkan oleh
Imam qurtubi, yang murtad ketika kemudian tergoda oleh kecantikan wanita
nasrani yang dia lihat ketika akan mengumandangkan adzan di tempat yang tinggi.
Orang dahulu kalua adzan harus naik ke tempat yang tinggi. Sampai akhirnya ia
melihat wanita lalu turun dengan gentle menyatakan kecintaanya, namun wanita
itu menolak karena dia nasrani dan mengajukan syarat jika mau menikahinya maka
si muadzin harus berpindah agama. Maka berpindahlah dia, murtad. Namun di hari
pertama ketika akan “mencampuri” istrinya dia naik keatap lalu terjatuh dan
meninggal. Belum sempat “mencampuri” wanita yang membuatnya murtad.
Ini yang kemudian kita khawatirkan, minta terus
hidayah. Kenapa kita meminta hidayah walapun kita sudah memelihara jenggot, sudah
kemudian ngaji dan rajin menghadiri majelis ilmu, bertemunya kita dengan orang
yang sholih. Terus, kita senantiasa menjaga hangatnya iman. Tapi kenapa kita
tetap meminta hidayah, walaupun ikhtiar seperti diatas sudah kita lakukan ?
karena tidak ada yang menjamin antum masuk surga kecuali Allah.
Makanya
sampai dikatan oleh Rasulullah SAW :
Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang melakukan
perbuatan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal
sehasta, akan tetapi catatan takdir mendahuluinya, akhirnya dia melakukan
perbuatan ahli neraka, ia pun masuk ke neraka. Ada pula Sesungguhnya di antara kamu ada
orang yang melakukan perbuatan ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dengan
neraka hanya tinggal sehasta, akan tetapi catatan takdir mendahuluinya,
akhirnya dia melakukan perbuatan ahli surga, ia pun masuk ke surga” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Ushairim Bin Al-Asyhal , seseorang sahabat yang
dikatakan oleh Nabi sebagai penduduk surga yang keningnya belum pernah dipakai
untuk bersujud kepada Allah. Karena masuk islamnya belum ada 24 jam. Ketika dia
masuk islam mengucapkan syahadat lalu bertanya pada Rasulullah apakah boleh
mengerjakan sholat, lalu Rasulullah menjawab belum, karena belum waktunya masuk
sholat. Lalu kemudian diajak untuk berjuang di medan perang. Qodarullah,
Ushairim meninggal dalam peperangan itu. Para sahabat ramai membicarakannya,
sampai Abu Hurairah berkata, “Inilah penduduk surga yang belum pernah
menempelkan keningnya mencium bumi untuk bersujud kepada Allah”.
Siapa yang menjamin ikhwah. Jangan sombong kalau hari
ini kita sudah ittiba, jangan sombong ketika hari ini kita sudah ngaji. Belum tentu
itu akan menjadi jaminan bahwasanya itu
menjadi keimanan kita ketika meninggal. Jangan “Maghrur” (tertipu) dengan
amalan kita. Merasa bahwasanya amalan kita itu akan bisa menjadikan kita masuk surga.
Siapa yang menjamin ? Maka mintalah hidayah kepada Allah, supaya hidayah yang
kita minta memberikan keistiqomahan sampai kita meninggal dunia.
Inilah pentingnya hidayah. Makanya didalam kehidupan
kita sampai Allah terangkan doa yang pertama bukan doa untuk meminta ampunan, doa
yang pertama bukan meminta surga, doa yang pertama bukan mminta dijauhkan dari
neraka. Tapi doa yang pertama, kita sebagai hambaNya Allah diajarin oleh Allah
minta hidayah, “ihdinas siratal mustaqim”. Karena kalau kita sudah dapat hidayah
kita akan diampuni oleh Allah. Kalau kita sudah dapat hidayah kita akan dimasukkan ke surga oleh Allah, kalau kita sudah dapat hidayah kita akan dijauhkan dari api neraka. Dan
itu semua didahului dengan hidayah.
Piyungan 17 Ramadhan 1437
Wijang Prasongko Wibowo