Selasa, 21 Juni 2016

Jangan Pernah Lelah Untuk Meminta Hidayah..


Nabi, Rasul, para sahabat, orang alim serta para ulama pendahulu kita mempunyai kebiasaan untuk senantiasa meminta hidayah. Walaupun kita harus mengakui bahwa mereka pastilah sangat berhati-hati dalam segala hal, amalannya tidak perlu diragukan lagi, hidupnya bertabur iman. Namun mereka tidak malu dan tidak pernah berhenti untuk senantiasa meminta diberikan petujuk. Karena mereka sadar bahwa Allah Maha Membolak balikan hati, karena dengan kezuhudan mereka sadar bahwa tidk ada yang menggaransi dan menjamin bahwa mereka akan meninggal dalam keadan iman kecuali Allah. Masyaa Allah.

Lalu bagaimana dengan kita ? Yang imannya saja masih pas-pasan, beramal kadang masih sering malas-malasan, tapi pinginnya hidup lurus dan nyaman. Kita apa pernah menjamin, bahwa kita akan meninggal dalam keadaan khusnul khotimah?

            Bukankah Allah sudah menunjukkan lembaran-lembaran kehidupan sejarah? Banyak orang yang diawal hidupnya bertabur iman, tetapi mereka matinya murtad.

Bal'am Bin Baura, siapa yang tidak kenal dia ? Hidup pada zaman Nabi Musa. Disebutkan oleh Malik bin Dinar dalam tafsir surat Al-A’raf 175 bahwa doa bal’am bin baura pasti dikabulkan oleh Allah dalam keadaan-keadaan sempit sekalipun. Doanya tidak pernah tertolak. Tapi matinya, murtad.

Rojal unfuwah, sahabat Nabi saw. Sempat dipuji oleh Abu Bakar dan dipilih untuk dijadikan sebagai delegasi Sunnah untuk mendakwahkan islam kepada Musailamah Kadzab. Namun akhirnya meninggal dalam keadaan murtad. Ubaidilah bin Jasyi, yang pernah menyelamatkan agamanya sampai ke Habasyah ketika Nabi saw masih di Makkah. Ikut dalam hijrah pertama dan kedua ke habasyah, namun meninggal dalam keadaan murtad karena kecintaanya pada khamer di habasyah.

Atau seperti muadzin yang pernah dikisahkan oleh Imam qurtubi, yang murtad ketika kemudian tergoda oleh kecantikan wanita nasrani yang dia lihat ketika akan mengumandangkan adzan di tempat yang tinggi. Orang dahulu kalua adzan harus naik ke tempat yang tinggi. Sampai akhirnya ia melihat wanita lalu turun dengan gentle menyatakan kecintaanya, namun wanita itu menolak karena dia nasrani dan mengajukan syarat jika mau menikahinya maka si muadzin harus berpindah agama. Maka berpindahlah dia, murtad. Namun di hari pertama ketika akan “mencampuri” istrinya dia naik keatap lalu terjatuh dan meninggal. Belum sempat “mencampuri” wanita yang membuatnya murtad.

Ini yang kemudian kita khawatirkan, minta terus hidayah. Kenapa kita meminta hidayah walapun kita sudah memelihara jenggot, sudah kemudian ngaji dan rajin menghadiri majelis ilmu, bertemunya kita dengan orang yang sholih. Terus, kita senantiasa menjaga hangatnya iman. Tapi kenapa kita tetap meminta hidayah, walaupun ikhtiar seperti diatas sudah kita lakukan ? karena tidak ada yang menjamin antum masuk surga kecuali Allah.
Makanya sampai dikatan oleh Rasulullah SAW :

Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang melakukan perbuatan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, akan tetapi catatan takdir mendahuluinya, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli neraka, ia pun masuk ke neraka. Ada pula Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang melakukan perbuatan ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, akan tetapi catatan takdir mendahuluinya, akhirnya dia melakukan perbuatan ahli surga, ia pun masuk ke surga” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ushairim Bin Al-Asyhal , seseorang sahabat yang dikatakan oleh Nabi sebagai penduduk surga yang keningnya belum pernah dipakai untuk bersujud kepada Allah. Karena masuk islamnya belum ada 24 jam. Ketika dia masuk islam mengucapkan syahadat lalu bertanya pada Rasulullah apakah boleh mengerjakan sholat, lalu Rasulullah menjawab belum, karena belum waktunya masuk sholat. Lalu kemudian diajak untuk berjuang di medan perang. Qodarullah, Ushairim meninggal dalam peperangan itu. Para sahabat ramai membicarakannya, sampai Abu Hurairah berkata, “Inilah penduduk surga yang belum pernah menempelkan keningnya mencium bumi untuk bersujud kepada Allah”.

Siapa yang menjamin ikhwah. Jangan sombong kalau hari ini kita sudah ittiba, jangan sombong ketika hari ini kita sudah ngaji. Belum tentu itu akan menjadi  jaminan bahwasanya itu menjadi keimanan kita ketika meninggal. Jangan “Maghrur” (tertipu) dengan amalan kita. Merasa bahwasanya amalan kita itu akan bisa menjadikan kita masuk surga. Siapa yang menjamin ? Maka mintalah hidayah kepada Allah, supaya hidayah yang kita minta memberikan keistiqomahan sampai kita meninggal dunia.

Inilah pentingnya hidayah. Makanya didalam kehidupan kita sampai Allah terangkan doa yang pertama bukan doa untuk meminta ampunan, doa yang pertama bukan meminta surga, doa yang pertama bukan mminta dijauhkan dari neraka. Tapi doa yang pertama, kita sebagai hambaNya Allah diajarin oleh Allah minta hidayah, “ihdinas siratal mustaqim”. Karena kalau kita sudah dapat hidayah kita akan diampuni oleh Allah. Kalau kita sudah dapat hidayah kita akan dimasukkan ke surga oleh Allah, kalau kita sudah dapat hidayah kita akan dijauhkan dari api neraka. Dan itu semua didahului dengan hidayah.

Piyungan 17 Ramadhan 1437

Wijang Prasongko Wibowo

4 komentar:

  1. mantab betul tulisan bapak satu ini :) saya jadi semangat lagi pengen nulis pak, doakan semoga muridmu bisa menulis yang baik.

    BalasHapus
  2. bagus...mirip dgn ceramahnya ust. oemar mita...

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus