Mungkin kau tak tahu dimana rizkimu,
tapi rizkimu tau dimana engkau. Dari langit, laut, gunnung dan lembah. Rabb
memerintahkannya menujumu, Allah berjanji menjamin rizkimu.
Maka jikalau kita melalaikan ketaatan kepadaNya
demi mengkhawatirkan apa yang sudah dijaminNya, maka itu adalah kekeliruan berganda.
Tugas kita bukan menghawatirkan rizki atau bermuluk cita
memiliki. Melainkan menyiapkan jawaban, darimana ? dan untuk apa atas
setiap karuniaNya ?
Betapa banyak orang bercita
mengenggam dunia, dia alpa bahwa hakikat rizki bukanlah yang tertulis dalam
angka. Tapi apa yang dinikmatinya. Betapa banyak orang bekerja membanting
tulangnya, memeras keringatnya demi angka simpanan gaji yang mungkin esok pagi
ditinggalkannya
Amatlah keliru jika bekerja dimaknai
pasrah kepada usaha kita. Bekerja itu bagian dari ikhtiar, tawakkal tetap kepada
Allah. Sedangkan rizki itu urusanNya.
Kita bekerja untuk bersyukur menegakkan taat dan berbagi manfaat. Tapi rizki tak selalu terletak di pekerjaan kita, Allah taruh sekehendakNya.
Kita bekerja untuk bersyukur menegakkan taat dan berbagi manfaat. Tapi rizki tak selalu terletak di pekerjaan kita, Allah taruh sekehendakNya.
Bukankah hajar berlari tujuh kali
bolak balik dari safa ke marwa, tapi zam-zam justru terbit di kaki ismail,
anaknya.
Ikhtiar itu laku perbuatan, rizki itu
kejutan. Ia kejutan untuk disyukuri bagi hamba yang bertakwa, datang dari arah
tak terduga.
Tugas kita hanya menempuh jalan
halal, Allah lah yang melimpahkan bekal. Sekali lagi yang terpenting di tiap
kali kita meminta dan Allah memberi karunia, jaga sikap saat menjemputnya. Betapa
banyak yang merasa memiliki manisnya dunia, namun lupa bahwa semua harta hak
pakai yang halalnya akan dihisab dan haramnya akan di adzab.
Maka marilah kita senantiasa meminta petujuk kepada Allah, menysukuri
setiap nikmat rezeki yang diberikanNya. Karena hanya dengan nikmatNya lah maka
kebaikan menjadi paripurna.
Piyungan, 31 Juli 2016
~Wijang Prasongko Wibowo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar