
Bagaimanapun
dengan alasan apapun, rasisme adalah sebuah hal yang tidak dibenarkan. Karena
implikasinya yang mengancam perpecahan
yang mudhorotnya tentu sangat besar bagi kehidupan kita. Dalam perspektif
Al-Quran, Allah sebenarnya sudah menjabarkan larangan rasis dalam surat
Al-Hujurat ayat 13. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa hakikat Allah yang
menciptakan manusia yang berbangsa dan bersuku suku, dimana tujuannya adalah
agar mereka saling “mengenal”. Yaitu menghargai perbedaan, tidak saling
menghina dan mengejek dalam hal ini bisa dikategorikan sebagi rasis.
Sebagai
umat islam yang tinggal di nusantara, tentunya kita patut bersyukur bahwa
indonesia adalah salah satu negara yang disentuh dan mendapatkan cahaya islam. Tak
ada salahnya pula kita merefleksi, mundur kebelakang untuk mengetahui
wasilahnya islam sampai di nusantara. Tentunya ada peran-peran orang terdahulu,
tak terkecuali salah satunya etnis muslim china.
Riwayat
cina zaman dinasti T’ang mengatakan bahwa waktu itu, tepatnya pada tahun 671 M
sudah ada komunitas muslim di wilayah sumatra.
Diperkuat lagi ketika Dinasti Ming mengirimkan armada lautnya yang
bertujuan untuk mengamankan jalur lalu lintas china-india yang dipimpin oleh
laksamana Cheng-Ho alias Zheng He alias H. Mahmud Syamsudin pada periode tahun
1405-1433, dimana ketika mereka singgah di nusantara mereka menemukan banyak
komunitas muslim china tepatnya di bagian utara pesisir jawa.
Lalu
bagaimana proses islamsisasi oleh para muslim etnis china di nusantara ? Fakta
yang dikemukan oleh Tanta zen, seorang sejarwan dari singapura, Bahwa dahulu
sekitar abad ke 13 masehi china jatuh ke tangan Mongol “Tar-Tar” dibawah pimpinan
raja Kubilai khan. Setelah berhasil menaklukan china, Kubilai khan kemudian mulai
mengekspansi nusantara, tepatnya sasarnnya waktu itu adalah kerajan Singosari.
Dia mengirimkan utusannya ke Singosari untuk memberikan kabar kepada Raja
Kertanegara agar mau tunduk dan mengirimkan upeti setiap tahunnya kepadanya.
Namun Kertanegara menolaknya, bahkan memotong telinga utusan Kubilaikhan dan
memintanya agar pulang kembali. Hal ini mebuat marah kubilaikhan karena
dianggap sebagai penghinaan, yang kemudian direspon dengan pengiriman pasukan
ke Singosari untuk menuntut balas sekaligus penyerangan. Tetapi pada saat
pasukan telah tiba, Kertanegara sudah meninggal yang kemudian digantikan
Jayakatwang (Kediri). Bertemulah pasukan tadi dengan orang-orangnya Raden
Wijaya (Bakal Raja Majapahit) yang kemudian menyarankan mereka agar menuntut
balas kepada Jayakatwang. Penyerangan pun terjadi, Jayakatwang dan Kediri
runtuh yang kemudian disusul oleh berdirinya Majapahit.
Nah,
pasukan Kubilai khan yang datang ke Nusantara komposisinya adalah dari orang
Mongol, sebagian dari orang-orang China dan sebagian dari orang-orang bangsa
Turkistan yang mayoritas muslim. Maka ketika perjalan itulah terjadi interaksi
antar pasukan yang menyebabkan sebagian tentara yang berasal dari china
mengenal islam kemudian menganutnya. Ketika mereka sudah selesai melaksanakan
misi menyerang Jayakatwang, banyak diantara muslim china ini yang menolak untuk
kembali ke negerinya. Mereka lebih nyaman tinggal di jawa. Yang kemudian mereka mulai aktif melakukan
islamisasi di nusantara, khusunya di pulau jawa, sesuai dengan fakta penemuan
komunitas etnis china muslim di pesisir utara pantai jawa oleh laksamana
Cheng-Ho pada abad ke 14.
Dari
refleksi sejarah diatas dapat kita ambil hikmahnya, tentunya kita patut
bersyukur bahwa sinergitas pribumi dan muslim dari etnis china membuat kita
merasakan indahnya cahaya islam di negeri ini. Maka seperti QS Al-Hujurat ayat
13 tadi, bahwa Allah telah memerintahkan kita agar saling menjaga persatuan
meski dalam balutan perbedaan. Tentunya persatuan dalam hal-hal kehidupan
sosial atau muamalah dan saling menghargai dengan menjaga lisan, perbuatan, dan memahami batas-batas
dalam syariat yang sudah ditentukan dalam keyakinan masing-masing agar tidak
terjerumus dalam budaya Rasisme dan Pluralisme.
Kecuali memang mereka yang bersembunyi dibalik jargon kebhinekaan namun diam-diam merongrong dan menyulut perpecahan, mereka yang tak bisa menjaga lisan dan perbuatan maupun mereka yang terang-terangan menebarkan kebencian (baca: ahok)
Kecuali memang mereka yang bersembunyi dibalik jargon kebhinekaan namun diam-diam merongrong dan menyulut perpecahan, mereka yang tak bisa menjaga lisan dan perbuatan maupun mereka yang terang-terangan menebarkan kebencian (baca: ahok)
Wallahualam
bishowab.
-21 Rajab 1438 H / Wijang -
-21 Rajab 1438 H / Wijang -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar